Rabu, 27 Desember 2017

Apa itu Instrumen Analog dan Digital?

Apa Itu Instrument Analog Dan Digital?

Instrument analog merupakan bentuk komunikasi elektromagnetik yang merupakan proses pengiriman sinyal pada gelombang elektromagnetik dan bersifat variable yang berurutan atau continue. Jadi sistem analog merupakan suatu bentuk sistem komunikasi elektromagnetik yang menggantungkan proses pengiriman sinyalnya pada gelombang elektromagnetik. Dua parameter/karakteristik terpenting yang dimiliki oleh isyarat analog adalah amplitudo dan frekuensi. Isyarat analog biasanya dinyatakan dengan gelombang sinus, mengingat gelombang sinus merupakan dasar untuk semua bentuk isyarat analog. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa berdasarkan analisis fourier, suatu sinyal analog dapat diperoleh dari perpaduan sejumlah gelombang sinus.

Instrumen analog memberikan output yang berubah secara kontinyu terhadap perubahan besaran yang diukur. Output dapat memiliki sejumlah nilai yang tak- terbatas dalam rentang desain instrumen. Saat perubahan nilai input, penunjuk bergerak dengan gerakan kontinyu yang halus. Meskipun penunjuk dapat berada pada posisi sembarang, jumlah posisi yang dapat terdeteksi oleh mata dengan berbeda adalah terbatas, bergantung pada seberapa besar skala dan seberapa baik dia dibagi.

Gambar 1. Contoh instrumen digital: penghitung putaran


Instrumen digital memiliki output yang berubah dalam langkah diskrit dan sehingga hanya memiliki sejumlah nilai yang terbatas. Penghitung putaran yang ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan contoh instrumen digital. Bubungan (cam) ditempelkan pada benda yang berputar yang diukur putarannya, dan pada setiap putaran, bubungan membuka dan menutup saklar. Operasi saklar dihitung oleh pencacah elektronik. Sistem ini hanya dapat menghitung putaran penuh dan tidak dapat membedakan pergerakan yang kurang dari putaran penuh.

Perbedaan utama antara instrumen analog dan digital telah menjadi penting khususnya dengan adanya perkembangan pesat pada aplikasi mikrokomputer untuk sistem kontrol otomatis. Sebuah instrumen yang memiliki output dalam bentuk digital dapat disambungkan langsung ke komputer kontrol. Sedangkan intrumen analog harus menggunakan ADC terlebih dahulu. Konversi dengan ADC memiliki beberapa kerugian. Pertama, ADC menambah harga sistem secara signifikan. Kedua, ada batasan waktu dalam proses mengkonversi sinyal analog ke digital sehingga mengurangi akurasi kontrol yang bergantung pada kecepatan komputer mengontrol.
   
Data digital merupakan sinyal data dalam bentuk pulsa yang dapat mengalami perubahan yang tiba-tiba dan mempunyai besaran 0 dan 1. Sinyal digital hanya memiliki dua keadaan, yaitu 0 dan 1, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh derau/noise, tetapi transmisi dengan sinyal digital hanya mencapai jarak jangkau pengiriman data yang relatif dekat.

Biasanya sinyal ini juga dikenal dengan sinyal diskret. Sinyal yang mempunyai dua keadaan ini biasa disebut dengan bit. Bit merupakan istilah khas pada sinyal digital. Sebuah bit dapat berupa nol (0) atau satu (1). Kemungkinan nilai untuk sebuah bit adalah 2 buah (21). Kemungkinan nilai untuk 2 bit adalah sebanyak 4 (22), berupa 00, 01, 10, dan 11. Secara umum, jumlah kemungkinan nilai yang terbentuk oleh kombinasi n bit adalah sebesar 2n buah


Tabel 1. Konversi bilangan desimal, biner, oktal, dan hexadesimal.

Data analog dapat merupakan sinyal analog. Demikian pula,data digital dapat merupakan sinyal digital. Data digital dapat juga dijadikan sinyal analog dengan memakai modem (modulator/demodulator) sedangkan data analog dapat dijadikan sinyal digital dengan memakai codec (coder-decoder).

Gambar 2. Gerbang logika pada instrument digital

Referensi :
[1] http://teukualib.blogspot.co.id/2014/10/v-behaviorurldefaultvmlo_31.html
[2] http://belajartik86.blogspot.co.id/2013/11/dasar-sistem-digital.html

Mengukur dengan Multimeter True RMS

Mengukur dengan Multimeter True RMS


Sinyal bolak-balik AC, tegangan yang ditunjukan merupakan tegangan RMS (Root Mean Square). Berbeda dengan sinyal AC, pada sinyal DC tegangan yang ditunjukan adalah tegangan puncak. Besar tegangan RMS berbeda-beda tergantung pada periodic. Pada praktikum ini dilakukan pengukuran tegangan RMS, tegangan puncak, dan tegangan rata-rata pada berbagai bentuk sinyal menggunakan osiloskop dan multimeter RMS.
Sebagai mahasiswa fisika, kita diwajibkan dapat mengetahui dan menghitung nilai sinyal arus listrik. Sinyal arus listrik terbagi menjadi dua, yaitu sinyal bolak-balik (Alternating Current) dan sinyal searah (Direct Current). Sinyal arus listrik AC merupakan sinyal arus listrik yang paling banyak digunakan pada bidang elektronika/kelistrikan di Dunia, bahkan dipergunakan oleh PLN di Indonesia. Sinyal AC memiliki berbagai bentuk sinyal, seperti sinusoidal, downramp, dan square. Pada sinyal AC, Tegangan yang ditunjukan adalah tegangan RMS (Root Mean Square) yang mana nilainya berbeda-beda tergantung periodicnya.
(a)   Nilai Root Mean Square (RMS)
Sebuah Arus I(t) yang mengalir dengan tegangan V(t) pada tahanan murni sebesar R, akan menghasilkan daya sesaat P(t), dengan nilai rata – rata sebesar P. Daya sebesar P ini dapat dihasilkan dalam tahanan murni R oleh V (tegangan) yang besarnya konstan. Disisi lain, Vrms merupakan sebuah besaran yang dihitung sama dengan besar V konstan tersebut. Vrms ini disebut juga sebagai V efektif. Nilainya dapat dihitung dengan
     Pada tegangan sinusoidal nilai RMSnya adalah

Faktor pembagidisebut sebagai faktor puncak, yang akan berbeda-beda pada setiap bentuk sinyal. Contoh, pada sinyal triangle faktor puncaknya adalah 
      Sedangkan pada sinyal square dan DC, nilai Vrsmnya adalah sebagai berikut
(b)   Mengukur Nilai AC
Pada Arus listrik searah atau Direct Current (DC) aliran dari muatan listrik bergerak pada medium dalam satu arah, namun berbeda pada Arus bolak-balik atau Alternating Current (AC), aliran dari muatan listrik berubah arah secara Periodic. Muatan listrik bergerak maju mundur berulang ulang secara Periodic.

Listrik AC berubah besar arus dan tegangannya terhadap waktu. Listrik AC digambarkan dengan fungsi gelombang terhadap waktu. Bentuk sinyal AC yang biasa ditemukan yaitu sinusoidal, namun terdapat banyak bentuk sinyal AC yang berbeda beda tergantung dari kegunaannya, yaitu : Triangular, Square, Pulse, dll.

Gambar 1. Contoh bentuk-bentuk sinyal AC (kiri – kanan : Sinusoidal, downramp, square)

Tidak seperti nilai sinyal DC yang tetap, nilai tegangan AC berubah terhadap waktu, sehingga mengukur nilainya tidak sesederhana seperti mengukur tegangan DC. Dalam mengukur tegangan AC terdapat beberapa nilai tegangan yang dapat diukur, yaitu :
1.      Nilai sesaat
Nilai sesaat menunjukkan nilai pada satu waktu dalam periode, pada tegangan AC nilainya selalu berubah terhadap waktu, yaitu v(t)
2.      Nilai maksimum
Nilai maksimum adalah nilai amplitudo gelombang dalam satu periode
3.      Nilai rata – rata
Nilai rata – rata arus dari arus bolak balik (AC) diekspresikan dengan ilustrasi muatan listrik yang mengalir pada suatu medium dengan jumlah yang sama dengan arus searah (DC) pada rentang waktu yang sama.
Nilainya dapat diperoleh dengan merata-ratakan seluruh nilai terhadap waktu, sehingga :
        

Pada bentuk-bentuk sinyal yang simetri setengah gelombang nilai tegangan rata – ratanya akan memiliki nilai nol, sehingga nilai rata-rata ini kurang tepat jika digunakan dalam mendefinisikan nilai tegangan AC.

Gambar 2. Fungsi sinyal simetri setengah gelombang


Referensi:

Apa Itu Sitem Pengukuran?

Apa Itu Sitem Pengukuran?


    Sistem pengukuran sebenarnya telah mengambil peran penting dalam kehidupan manusia, bahkan sudah ada sejak awal peradaban manusia. Pada awal perkembangannya, sistem pengukuran digunakan untuk mengatur jumlah perpindahaan barang dalam dunia perdangangan seperti barter. Pada saat itu, sistem pengukuran digunakan untuk menjamin keadilan dan ketepatan harga suatu barang yang akan ditukarkan. Sejak revolusi industri pada abad ke-19 teah menjadikan perkembangan sistem pengukuran menjadi sangat pesat dan disertai dengan pertumbuhan perkemangan teknologi canggih, terutama pada perkembangan elektronik. Perkembangan sistem pengukuran berkembang dengan berbagai tujuan, namun memiliki satu tujuan utama yaitu menggabungkan pengamatan dengan proses yang akan diukur.

Gambar 1. Ilustrasi sistem pengukuran

    Pada sistem pengukuran yang leih kompleks dapat terdiri dari beberapa element yang terpisah. Komponen-komponen ini digunakan untuk menyediakan informasi tentang nilai fisik beberapa variable yang terukur, komponen-komponen ini dapat terdiri atas satu atau lebih sub komponen yang terdiri atas elemen pengukuran yang merupakan satu kesatuan ataupun saling terpisah.

Gambar 2. Struktur sistem pengukuran secara umum


Berikut ini adalah penjelasan permasing-masing elemen:
1.      Elemen Pengindraan
Pada elemen ini terdapat kontak langsung antara alat dengan proses dan memberikan output bergantung pad acara bagaimana variable diukur. Pada elemen pengindraan ini disebut juga sebagai sensor atau sensorik. Sensor memiliki berbagai macam jenis untuk mengkur suatu besaran tertentu, misalnya Termokopel untuk menghasilkan gaya gerak listrik orde millivolt yang bergantung pada temperature, dll.
2.      Elemen Pengkondisian
Pada elemen ini mengambil output dari elemen pengindra dan mengubahnya ke dalam bentuk yang lebih sesuai untuk dilakukan pengolahan yang lebih lanjut. Bentuk pengolahan yang lebih lanjut misalnya dalam bentuk tegangan (volt), arus (ampere), atau pun sinyal frekuensi.
3.      Elemen Pengolah Sinyal
Pada elemen ini akan mengambil output dari elemen pengkondisian sinyal dan mengubahnya ke dalam bentuk yang ditentukan. Misalnya menggunakan ADC (Analog-to-Digital) Converter yaitu mengubah tegangan ke dalam bentuk digital. Atau penggunaan sistem pemfilteran, misalnya low pass filter yang melewatkan sinyal-sinyal berfrekuensi rendah dan menghalau sinyal-sinyal berfrekuensi tinggi.
4.      Elemen Presentasi Data
Pada elemen ini akan diambil output dari elemen pengolahan sinyal dan mengubahnya ke dalam bentuk presentasi data. Misalnya penunjuk skala, tabel, grafik, dll.
            Begitulah penjelasan sistem pengukuran semoga bisa menambah wawasan kita terhadap sistem pengukuran secara sederhana.

Mengukur Hambatan Jenis Material Menggunakan Rangkaian Jembatan Wheatstone

Mengukur Hambatan Jenis Material Menggunakan Rangkaian Jembatan Wheatstone


Sebagai mahasiswa fisika, kita diwajibkan dapat menghitung besaran resistansi suatu bahan material. Hal ini untuk mendukung dan menambah pengetahuan kita terhadap suatu bahan material dan menghitung hambatan jenisnya. Kita mungkin menduga bahwa hambatan yang dimiliki kawat yang tebal lebih kecil daripada kawat yang tipis, karena kawat yang lebih tebal memiliki area yang lebih luas untuk aliran elektron. Kita tentunya juga memperkirakan bahwa semakin panjang suatu penghantar, maka hambatannya juga semakin besar, karena akan ada lebih banyak penghalang untuk aliran elektron. Biasanya, pengetahuan ini akan sangat berguna dan membantu para fisikawan khususnya fisikawan material dan geofisika.

Berdasarkan eksperimen, Ohm juga merumuskan bahwa hambatan R kawat logam berbanding lurus dengan panjang l, berbanding terbalik dengan luas penampang lintang kawat A, dan bergantung kepada jenis bahan tersebut. Secara matematis dituliskan:

dengan:
R = hambatan kawat penghantar (Ω)
l = panjang kawat penghantar (m)
A = luas penampang lintang penghantar (m2)
ρ = hambatan jenis kawat penghantar (Ω.m)
Konstanta pembanding ρ disebut hambatan jenis (resistivitas). Hambatan jenis kawat berbeda-beda tergantung bahannya.
Tabel 1. Data hambatan jenis pada setiap bahan

A.    Jembatan Wheatstone
Jembatan wheatstone adalah rangkaian elektronika yang terdiri dari empat resistor, dan terhubung dengan sumber tegangan DC. Jembatan Wheatstone merupakan suatu rangkaian elektronika yang diguakan untuk mengukur atau menentukan hambatan jenis suatu material yang tidak diketahui dengan menggunakan prinsip potential divider.

Salah satu kegunaan dari rangkaian ini adalah untuk mencari besar hambatan dari sebuah material. Material tersebut disusun dalam rangkaian sebagai salah satu dari keempat resistor. Kelebihan utama dari rangkaian Jembatan Wheatstone adalah kemampuannya untuk memberikan hasil pengukuran yang sangat akurat.
Gambar 1. Rangkaian Jembatan Wheatstone

Jika arus yang terukur pada Vout bernilai nol maka,



       Sehingga jika R1, R2, dan R3 nilai hambatanya masing-masing telah diketahui, maka nilai hambatan dari R4 (material dengan besar hambatan yang ingin diketahui) dapat diperoleh menggunakan persamaan tersebut. Setelah besar hambatan diperoleh, besar hambatan jenis juga dapat dicari menggunakan hukum Pouillet
Rangkaian hambatan ini disebut dengan Wheatstone Bridge atau jembatan wheatstone. Rangkaian ini digunakan utuk menyederhanakan susunan hambatan yang pada awalnya tidak dapat disederhankan secara pararel maupun seri. Ada cerita menarik dibalik sejarah Wheatstone. Ternyata jembatan wheatstone tidak ditemukan oleh Sir Charles Wheatstone melainkan oleh Samuel Hunter Cristie pada tahun 1833. Dinamakan wheatstone karena yang berperan besar mempopulerkan rangkaian ini adalah Sir Charles Wheatstone.

Gambar 2. Jembatan wheatstone pada berbagai bentuk


Referensi
[1] Douglas A. Skoog, F. James Holler, & Stanley R. Crouch's Principles of Instrumental Analysis 6th EditioN
[2]Robert B. Northrop 2005 USA. Introduction to instrumentation and measurements

Menggunakan Osiloskop untuk Mengukur Besaran Listrik Material

Menggunakan Osiloskop untuk Mengukur Besaran Listrik Material


Osiloskop merupakan sebuah alat yang paling umum digunakan oleh ilmuan untuk meneliti. Fungsi alat ini diantaranya dapat menghitung frekuensi, amplitude, dan tegangan. Selain itu, osiloskop juga dapat dipergunakan untuk menampilkan grafik gelombang suatau tegangan atau frekuensi input. Osiloskop ada dua jenis, yaitu osiloskop digital dan osiloskop non-digital. Osiloskop digital dapat menampilkan besaran tegangan puncak dan frekuensi secara automatis, sedangkan osiloskop non digital tidak menampilkan secara otomatis dilayar tetepi harus dihitung dengan skala. Selain itu osiloskop juga dapat dipergunakan untuk menghitung nilai kapasitansi suatu bahan dengan metode two-point probe. Pada praktikum kali ini praktikan juga mempelajari tentang rangkaian Sawyer-Tower dan bentuk kurva histerisis.
A. Osiloskop
    Osiloskop adalah peralatan elektronik yang dapat menghasilkan dan menampilkan grafik pada layar untuk mencitrakan gelombang suatu sinyal input dari frekuensi, amplitude, dan tegangan suatu benda. Osiloskop merupakan suatu alat yang paling banyak digunakan oleh para engineer dan scientist dalam melakukan penelitian.

    Osiloskop pertama kali di temukan oleh Karl Ferdinan Braun pada tahun 1897. Kar Ferdinan Braun sendiri merupakan ilmuan dunia asal Jerman. Ia pertama kali melakukan eksperimen menggunakan tabung katoda (CRT), itulah cikal bakal Osiloskop pertama dunia. Selanjutnya osiloskop sendiri dikembangkan oleh perusahaan inggris A C Cossor pada akhir tahun 1930-an. Perusahaan terbebut mengembangkan dual beam osiloskop. Berdasarkan penelitian itu, sekarang osiloskop telah berkembang sedemikian pesat hingga saat ini.

Gambar 1. Tampilan prinsip kerja osiloskop pertama didunia CRT


     Fungsi utama dari devais osciloscope adalah untuk menampilkan grafik sinyal listrik yang berubah terhadap waktu. Sebagian besar oscilloscope menghasilkan grafik dua dimensi dengan waktu pada sumbu-x dan tegangan pada sumbu-y. Selain itu, beberapa oscilloscope memiliki fitur untuk pengukuran, dimana dengan mudah dapat mendapatkan frekuensi, amplitudo, dan sifat gelombang lainnya. Devais oscilloscope dapat mengukur berdasarkan karakteristik tegangan dan waktu. Pada karakteristik tegangan, beberapa besaran dapat ditentukan antara lain amplitudo yang merupakan ukuran dari besar signal, tegangan maksimum dan minimum yang dapat memberi informasi tinggi atau rendah tegangan, dan tegangan rata-rata yang menunjukkan sinyal rata-rata antara tegangan minimum dengan maksimum. Pada karakteristik waktu, frekuensi dan periode menjadi besaran yang penting.

Gambar 2. Prinsip dasar cara kerja osiloskop analog

Gambar 3. Jenis Pengukuran pada oscilloscope

Oscilloscope sangat bermanfaat dalam menyelesaikan berbagai masalah. Pada ranah penelitian, devais ini berperan dalam pengukuran sifat listrik. Pada pengukuran sifat listrik dari material ferroelektrik, oscilloscope dapat memberikan fungsi lebih dari sekedar menampilkan gelombang, yaitu menunjukkan perbedaan tegangan pada material antara probe. Perubahan sinyal listrik antara besar tegangan menunjukkan ada sinyal listrik yang diterima oleh material.

B. Ferroelektrik
Ferroelektrik merupakan suatu bahan yang telah dikenal sejak tahun 1960an. Bahan ini terkenal karena dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti sensor, mikroelektronika, dan lain-lain. Ferroelektrik merupakan suatu bahan yang terdiri dari senyawa kimia yang kompleks, contohnya NH4HSO4 (Monoklinik), KH2PO4 (Orthorombik), dan BaTiO3 (Tetragonal). Berbeda dengan kapasitor yang memiliki respon linear terhadap tegangan, material ferroelektrik memiliki respon non-linear. Dengan demikian material ferroelektrik termasuk material dielektrik non-linear. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya kurva hysteresis P-E seperti terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan kurva hysteresis dapat ditentukan nilai polarisasi material yang merupakan karakteristik penting dari material ferroelektrik.

C. Kurva Histeresis
    Metode pengukuran yang dilakukan untuk mempelajari kurva hysteresis adalah dengan menggunakan rangkaian Sawyer-Tower yang dihubungkan dengan two point-probe dan sumber tegangan AC ataupun DC. Sebagai output/ keluaran dari metode ini adalah tampilan pada oscilloscope menggambarkan kurva hysteresis P-E.

Gambar 4. Kurva Hysteresis Material Ferroelektrik


Referensi:
[1] Robert B. Northrop 2005 USA. Introduction to instrumentation and measurements

Kok bisa penyiram tanaman otomatis tahu kapan harus menyiram?

Kok bisa penyiram tanaman otomatis tahu kapan harus menyiram?


    Dewasa ini, perkembangan teknologi membuat berbagai aktifitas menjadi serba mudah dan otomatis, termasuk menyiram tanaman. Kini kita bisa dengan mudah menemui taman-taman dengan sistem penyiraman otomatis. Apabila dilakukan secara manual, tentu kita akan menyiram tanaman ketika kita melihat tanahnya kering. Lalu, bagaimana alat penyiram tanaman otomatis mendeteksi kekeringan tanah? Jawabannya adalah melalui sensor kelembaban tanah.

 Gambar 1. Ilustrasi Alat penyiram tanaman otomatis

    Terdapat beberapa jenis sensor kelembaban, di antaranya sensor kapasitif, sensor konduktivitas elektrikal, sensor konduktivitas termal, higrometer optis dan higrometer osilasi. Salah satu yang paling umum digunakan adalah sensor kapasitif. Sensor kelembaban kapasitif merupakan kapasitor berisi udara yang terdiri atas 2 lempeng saling berhadapan. Sensor ini mengukur kelembaban relatif udara di lingkungan sekitarnya Keberadaan uap air di lingkungan sekitar memengaruhi jarak atau ruang antar pelat kapasitor, sehingga akan menghasilkan sinyal yang menunjukkan kelembaban relatif lingkungan.

Gambar 2. Sistem Sensor Kapasitif

    Sensor kapasitif ini dapat disediakan dalam berbagai bentuk, seperti yang telah dilakukan oleh Octavianus Wahyu, Universitas Udayana, yang mempersiapkan elektroda kapasitif untuk mengukur konduktivitas tanah (kelembaban tanah) berbentuk cincin, rambut, dan segitiga.

            Hasil pengukuran sensor ini kemudian diolah oleh unit processor seperti arduino, sehingga alat penyiram tanaman dapat mengetahui apakah tanah kering atau tidak. Ketika sensor mendeteksi konduktivitas tanah rendah (kondisi kering) maka alat akan melakukan penyiraman secara otomatis.

REFERENSI
[1] Oktavianus, Wahyu, dkk. ___. Kajian Tentang Perlakuan Bentuk Konfigurasi Elektroda Terhadap [2] Kinerja Sensor Konduktivitas Listrik Tanah Jenis Kapasitif. Universitas Udayana.
[3] Widhi, H.N dan Winarno, H. 2014. Sistem Penyiraman Tanaman Anggrek  Menggunakan Sensor [4] Kelembaban Dengan Program Borland Delphi 7 Berbasis Modul Arduino Uno R3. Semarang : Universitas Dipenogoro.
[5] Desi Eva Fatra, dkk. ___. Pengenalan Sensor Kelembaban Tanah VN400 dan SEN0057 dan Aplikasinya pada Pengukuran Kelembaban Tanah Kering Dan Jenuh. Bogor : IPB.

Pemanfaatan Alat Pembaca Kelembaban Dalam Dunia Pertanian

Pemanfaatan Alat Pembaca Kelembaban Dalam Dunia Pertanian


Seiring dengan meningkatnya jumlah populasi dunia yang mencapai 7,8 miliar maka semakin banyak pula kebutuhan manusia. Salah satu kebutuhan manusia adalah pangan. Menurut sebuah laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), rata-rata setiap orang akan mengkonsumsi sekitar 1,4 kilogram per hari. Dengan begitu dapat dikatakan, untuk populasi dunia mencapai angka 7 miliar dan membutuhkan sekitar 9,8 miliar kilogram pangan setiap hari. Angka 9,8 miliar kilogram ini akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Bahkan menurut PBB, total pupulasi manusia akan menjadi 9,15 miliar orang pada tahun 2050. Tentu saja dengan semakin banyaknya manusia maka semakin banyak pula kebutuhan manusia akan makanan. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengimplementasikan teknologi pada sektor pertanian (agriculture). Implementasi dan pemanfaatan teknologi pada sector ini dapat memberikan dampak yang besar terhadap kuantitas dan kualitas pertanian. Salah satu implementasi teknologi pertanian ini adalah memanfaatkan alat pengukur kelembaban digital pada lahan perkebunan atau persawahan.



Gambar 1. Data kebutuhan pangan dunia

         Alat pengukur kelembaban atau biasa disebut hygrometer umumnya berbentuk bola, dimana pada termometer bola kering terdapat tabung air raksa kering untuk mengukur suhu biasa. Sementara pada termometer bola basah terdapat tabung air raksa basah untuk mengukur suhu jenuh atau suhu saturasi. Cara kerja hygrometer berdasar pada sistem penguapan dingin. Sistem ini secara sederhana digambarkan sebagai fenomena penguapan air dimana pada saat menguap air akan membawa serta panas dalam proses penguapan tersebut. Karena adanya pengaruh proses pelepasan panas, maka bola basah akan menunjukkan temperatur suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan bola kering. Untuk mengukur kelembaban, maka penguapan air yang terjadi pada bola dingin sama dengan kelembaban yang ada di atmosfer. Kisaran kelembaban udara yang bisa diukur menggunakan hygrometer adalah antara 20%RH hingga 90%RH. Sehingga kelembaban relatif dengan menggunakan satuan %. Tingkat akurasi yang dimiliki oleh alat ini meliputi 2 hal yang bisa diukur. Yang pertama adalah akurasi suhu yang dimiliki mencapai +1 derajat Celcius. Sedangkan akurasi pada kelembaban udara akan memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu +5%. Pemanfaatan alat pengukur kelembaban ini pada sector pangan untuk mengetahui seberapa lembab suatu bidang pertanian. Misalnya pada tanaman kentang, Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat. Syarat pertumbuhan,kentang ditanam pada iklim yang Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.000-3.000 m dpl. Ketika kita hendak ingin menanam kentang pada wilayah dataran rendah (ketinggian kurang dari 1000m dpl) maka kita harus bisa mengatur kelembaban pada greenhouse tempat kentang ditanam. Oleh karena itu penggunaan hygrometer menjadi sangat penting pada kasus ini.

Gambar 2. Alat pengukur kelembaban (Hygrometer)

Begitulah prinsip cara kerja alat pengukur kelembaban udara (hygrometer) dan manfaatnya dalam sektor. Harapan penulis yaitu semoga artikel ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada masyarakat tentang penggunaan hygrometer dalam sector pangan dan prinsip kerja hygrometer sehingga dapat meningkatkan hasil panen serta mengatasi krisis pangan dunia.

Referensi:

Bagaimana Inkubator Penetas Telur Menjaga Suhu Inkubasi?

Bagaimana Inkubator Penetas Telur Menjaga Suhu Inkubasi?


Mesin inkubator penetas telur merupakan alat yang umum digunakan pada industri pangan. Penetasan telur merupakan tahapan penting dalam memulai peternakan ayam atau unggas lainnya. Telur secara alami akan menetas apabila dierami oleh induknya, selama periode tertentu. Selama proses pengeraman, telur mendapatkan perlindungan dari mangsa dan juga lingkungan yang sesuai untuk proses perkembangan embrio di dalamnya. Salah satu faktor penting dalam proses pengeraman adalah stabilitas suhu pengeraman, dalam hal ini suhu dijaga oleh tubuh sang induk.


Gambar 1. Pengeraman telur ayam oleh induknya


Seiring dengan perkembangan teknologi, penetasan telur untuk skala industri tidak lagi dilakukan secara alami oleh induknya, melainkan dengan bantuan inkubator penetas telur. Inkubator penetas telur merupakan sebuah alat yang digunakan untuk membantu proses penetasan telur unggas tanpa keberadaan induknya. Alat ini bekerja dengan prinsip menjaga suhu lingkungan telur berada pada kondisi optimal sehingga embrio dapat berkembang menjadi anakan sempurna tanpa keberadaan induk. Periode inkubasi telur di dalam inkubator bervariasi tergantung jenis dan kondisi telur yang akan ditetaskan. Lalu, bagaimana cara kerja inkubator dalam menjaga suhu di dalam ruang inkubasi berada pada rentang suhu tertentu?

Pada umumnya, inkubator penetas telur unggas disertai dengan sensor suhu dan kelembaban. Sensor suhu yang digunakan, biasanya berupa sensor suhu kontak (contact temperature sensor) yang bekerja menggunakan prinsip elektro-mekanis. Sensor suhu kontak relatif lebih murah dibandingkan dengan sensor suhu non-kontak. Salah satu jenis sensor suhu kontak yang digunakan dalam inkubator tetas telur adalah termostat.

Termostat bimetal menggunakan dua lempeng logam dengan koefisien muai yang berbeda. Kedua logam tersebut ditempatkan berdampingan sedemikian rupa sehingga ketika terjadi perubahan suhu dan transfer panas dari lingkungan kepada kedua logam tersebut, akan terjadi pemuaian yang tidak seragam sehingga memungkinkan munculnya dua situasi “menyala” dan “mati”. Hal ini digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Sistem Kerja Termostat Bimetal

            Selama inkubator diberi aliran panas, terjadi perubahan suhu di dalam ruang inkubasi, sehingga terjadi pula transfer panas ke lempeng logam di dalam termostat. Perbedaan koefisien muai panjang antara logam merah dan logam hijau di gambar 2 menyebabkan pemuaian tidak seragam, di mana logam hijau memuai lebih cepat. Akibatnya lempeng melengkung ke arah kanan dan terjadi kondisi “mati”. Hal ini terjadi ketika suhu sudah cukup panas, sehingga aliran listrik rangkaian inkubator terputus dan pemanasan ruang inkubator terhenti. Lama kelamaan, suhu di dalam ruang inkubator menurun, sehingga terjadi penyusutan pada lempeng logam termostat hingga terjadi kembali kondisi “menyala”. Hal ini terus berulang sehingga suhu di dalam ruang inkubasi akan berada di dalam rentang toleransi antara keadaan “mati” dan “menyala” sesuai dengan penyetelan yang dilakukan. Keberadaan termostat sebagai pengukur suhu dan pengendali aliran listrik memungkinkan inkubator tetas telur bekerja dengan baik.